Minggu, 09 Agustus 2020

This is my life

 Berada  pada posisi saat ini pada kehidupan pribadi maupun pekerjaan bukanlah sebuah kebetulan. Berada di antara orang-orang yang selalu menyibukkan diri untuk memperbaiki diri adalah sebuah takdir yang harus disyukuri. 

Terlahir disebuah keluarga yang tidak memiliki ayah sejak umur empat tahun adalah takdir lain ymg  mengantarkan aku menjadi seorang yang sedikit menutup diri pada sosok ayah.

Aku dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang terpaksa harus hidup prihatin setelah berada pada zona nyaman hidup berkecukupan. Meninggal nya Abah, sebutan untuk ayahku membuat keluarga ku porak poranda. Ibuku tidak memiliki keahlian apapun untuk bisa menghasilkan uang. Peninggalan peninggalan Abah harus kami relakan untuk di jadikan uang untuk membiayai kelanjutan hidup kami 7 bersaudara. Meskipun akhirnya hanya tinggal 6 bersaudara karena adik bungsu ku yang kembar di adopsi oleh Saudara ibuku.

Beberapa tahun kemudian ketika aku sudah masuk sekolah dasar ibuku lebih sering meninggalkan kami. Bahkan bisa sampai beberapa bulan. Aku tak pernah bertanya kemana ibuku pergi selama itu. Aku masih terlalu kecil untuk bisa memahami persoalan kehidupan orang orang di sekeliling ku.

Kakakku yang paling tua yang menjadi pengganti ibu bagi kami. Beliau yang mengurusi semuanya. Hingga akhirnya ketika aku kelas 5, ibu ku memboyong kami pindah ke ibukota provinsi. Kecuali kakakku yang tertua.karena ia telah  menikah dengan seorang tentara sehingga ia harus menetap di kota kelahiran ku.

Berada dilingkungan baru yang tak pernah aku bayangkan tidak membuat aku menyerah. Aku mulai terbiasa dengan segala hiruk-pikuk kehidupan perumahan padat tempat kami tinggal. 

Ibuku ternyata telah menikah kembali, hidup bersama dengan seorang sosok ayah baru yang tak pernah diterima oleh saudara saudara ku dan baru aku ketahui penyebabnya setelah dewasa yang saat itu tak  pernah aku pikirkan. Hidupku hanya mengalir begitu saja.

Memasuki usia SMP aku tinggal di rumah paman ku. Satu kota namun jaraknya sangat dekat dengan sekolahku. Itulah salah satu sebab aku tinggal di sana selain karena memang keuangan keluarga ku tak memungkinkan untuk membiayai sekolah ku. Terimakasih ku untuk pamanku sekeluarga yang merelakan rejeki dan waktu yang mereka miliki harus berbagi dengan ku.

Tamat dari SMP aku kembali ke rumah ibuku. Tak ada hal baru yang kutemui kecuali kondisi adikku yang laki laki seperti tak ku kenali. Ia berubah jadi anak nakal yang selalu keluar malam. Aku sedih namun hal itu tak terlalu menyita pikiran ku. Entahlah, mungkin aku terlalu muda waktu itu.

Sewaktu SMA, aku bebas mengikuti kegiatan apapun yang ku inginkan. Ibuku tak pernah memberikan larangan atau pun sekedar rambu-rambu untuk ku dalam pergaulan ku. Tapi entah mengapa, fitrah  untuk menjaga diri seolah natural hadir di hati.Jilbab yang aku kenakan pun seolah melekat begitu saja tanpa nasihat dari siapapun. 

Dulu Kebebasan yang diberikan ibuku kuanggap sebagai sebuah kebaikan. Tapi saat ini aku baru menyadari bahwa Allah sangat baik karena menjaga ku dari keburukan dunia masa mudaku ditengah kebebasan kehidupan yang aku jalani.

Jika kini aku mengamati kehidupan pemuda   yang hidup dalam kebebasan, aku sangat bersyukur atas penjagaan Allah atas hidup ku. Sehingga aku bisa melewati masa-masa tanpa pendampingan orang tua, masa masa pencarian jati diri seorang remaja.

To be continued...




Share:

2 komentar:

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.